Ketapang, Kalbar — Ledaknews.com. Kegiatan Napak Tilas 2023 di Kabupaten Ketapang terus menuai sorotan publik. Selain dugaan dimanfaatkan untuk kepentingan politik, kegiatan tersebut kini juga terseret dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait penggunaan anggaran APBD yang disebut mencapai sekitar Rp12 miliar serta dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Informasi yang berkembang menyebutkan, Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) melalui penyidik Pidana Khusus (Pidsus) tengah menangani perkara tersebut. Pada 8 Desember 2025, penyidik Pidsus Kejati Kalbar dilaporkan telah melakukan penggeledahan di rumah Bendahara Umum Napak Tilas 2023, H. Wahyudin, guna mencari dan mengamankan dokumen maupun barang bukti yang diduga berkaitan dengan pengelolaan keuangan kegiatan.
Adapun susunan panitia kegiatan tersebut menempatkan Gusti Kamboja sebagai ketua, Leonardus Rantan sebagai sekretaris, dan H. Wahyudin sebagai bendahara. Dalam SK kepanitiaan, unsur pimpinan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) juga dicantumkan sebagai pembina.
Sejumlah pengamat menilai, besarnya anggaran serta keterlibatan banyak pejabat dan tokoh politik dalam struktur kepanitiaan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, khususnya dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran.
“Jika anggaran APBD dan CSR digunakan dalam jumlah besar, maka transparansi menjadi keharusan. Aparat penegak hukum perlu mengurai apakah terdapat penyimpangan dalam setiap tahapan kegiatan,” ujar seorang pemerhati kebijakan publik di Ketapang.
Kasus Napak Tilas Ketapang Dinilai Melanggar Undang-Undang tentang Good Governance
Menurut analisis yuridis dari Lembaga TINDAK (Tim Investigasi dan Analisis Korupsi), kasuistik korupsi Napak Tilas Kabupaten Ketapang yang tengah dalam proses penindakan dan pemberantasan secara jelas telah melanggar Undang-Undang tentang Good Governance. “Semestinya good governance menjadi target untuk menghindari perilaku korupsi, namun justru terjadi pelanggaran,” ujar Yayat Darmawi, SE, SH, MH kepada media ini.
Yayat menjelaskan, perilaku korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan telah terbukti merugikan keuangan negara menunjukkan adanya unsur penyalahgunaan kewenangan, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum. Pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) perlu diungkap secara komprehensif tanpa membedakan siapa pelakunya, agar efek jera dapat berjalan efektif.
“Siapa pun yang terlibat dalam mata rantai korupsi, baik secara langsung maupun tidak langsung, harus diperiksa secara seksama oleh penyidik agar dapat terungkap bentuk rangkaian kejahatannya,” tegasnya.
Yayat berharap, hasil kualitatif dari proses penyidikan terhadap kasus korupsi Napak Tilas dapat menjadi tolok ukur kesungguhan penegakan supremasi hukum dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law).
Hingga berita ini diturunkan, Kejati Kalbar belum mengumumkan penetapan tersangka. Seluruh proses pemanggilan dan penggeledahan disebut masih bagian dari penyelidikan dan pendalaman perkara.
Media ini tetap membuka ruang klarifikasi bagi seluruh pihak yang disebutkan, sesuai prinsip praduga tak bersalah dan kode etik jurnalistik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Red