Diduga Mantan Sekda Ketapang Terlibat Korupsi Napak Tilas, Publik Menanti Komitmen Kejati

Ketapang, Kalbar – Ledaknews.com. (Kamis 11/12/2025) Tim Penyelidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat tengah mengusut kasus penyimpangan kegiatan Napak Tilas Jilid Satu tahun 2023 dan Jilid Dua 2024.

Kegiatan yang disebut mantan Bupati Ketapang Martin Rantan sebagai “gawai daerah” dalam rangka memperingati hari jadi kabupaten Ketapang ke-605 itu melibatkan seluruh stakeholder dan menggunakan dua sumber anggaran: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta dana sponsor perusahaan (CSR).

Publik kini menyoroti peran mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Ketapang periode 2022-2024 yang kini menjabat sebagai Bupati Ketapang, Alexander Wilyo (AW).

Berbagai spekulasi dan pertanyaan muncul sejauh apa keterlibatan AW ? Diketahui pada saat kegiatan Napak Tilas berlangsung, AW sedang mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) tingkat tinggi Kemen PAN-RB tahun 2023.

Namun, dari penelusuran menunjukkan pada saat itu AW tidak dalam status cuti – hanya mendapat izin dari mantan Bupati, dan mengikuti PKN secara campuran online dan langsung sehingga tetap melaksanakan tugas hariannya.

Sesuai Surat Keputusan Bupati Nomor 46/DISPARBUD-C/2023 tanggal 27 Januari 2023, AW jelas menjabat sebagai Penanggung Jawab Napak Tilas sekaligus Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Jejak digital juga membuktikan keikutsertaannya yang aktif: hadiri peluncuran logo NaPak Tilas pada Maret 2023, kemudian pembukaan kegiatan 21 Oktober 2023 di Balai Sungai Kedang, memberi sambutan festival Pencak Silat 21-23 Oktober 2023, dan mengikuti senam massal.

Aktivis LSM Suryadi menyatakan pemanggilan AW sebagai saksi oleh penyidik sangat diperlukan untuk mengetahui keutuhan peristiwa pidana dan mengkonfrontir isu bahwa dia berusaha lepas tangan dengan dalil mengikuti PKN.

“Guna mengklarifikasi posisinya, jangan sampai orang tidak bersalah difitnah,” ujarnya,

Dia menambahkan bahwa AW memiliki komitmen tinggi penumpasan korupsi yang harus dimulai dari dirinya sendiri.

Merujuk Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 30 Tahun 2014, Suryadi menjelaskan bahwa sebagai pimpinan dan penanggung jawab langsung, AW tidak bisa lepas tanggung jawab meskipun tugas pelaksanaan dilakukan oleh bawahan.

“Teorinya, tidak harus dia menerima uang, tetapi jika ada kerugian negara dengan menguntungkan orang lain, unsur korupsi sudah terpenuhi,” jelas mahasiswa hukum tersebut.

Masyarakat dan Suryadi meminta Kejati Kalbar memanggil AW untuk diperiksa, dengan harapan azas kesamaan di mata hukum diterapkan kepada semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak.

Publik kini menanti keseriusan dan komitmen dari Kajati  untuk memberantas korupsi di Kalimantan Barat.Senada dengan itu, mengutip penegasan Jaksa Agung Burhanuddin ” Pentingnya penerapan paradigma penegakan hukum yang progresif dan multidisipliner. Kejaksaan tidak hanya diminta menghukum para pelaku korupsi, tetapi juga memastikan terlaksananya pemulihan aset dan kedaulatan ekonomi negara. Pemulihan keuangan negara dipandang sebagai bagian integral dari upaya penegakan hukum yang berkeadilan

Oleh karena itu, peran sentral Kejaksaan sebagai lembaga yang harus terus konsisten dalam tiga aspek utama, yakni penindakan korupsi yang tepat, cermat, dan strategis; perbaikan tata kelola setelah penindakan; serta memastikan kerugian negara dapat dipulihkan sebagai modal untuk keberlanjutan pembangunan.

Redaksi membuka ruang hak jawab, koreksi, dan klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebut sesuai Kode Etik Jurnalistik UU Nomor 40 Tahun 1999.

Red

Recommended For You

About the Author: ledaknews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *