Ketapang,Kalbar – Ledaknews.com. Sengketa lahan yang menjadi konflik berkepanjangan antara PT. Sandai Makmur Sawit (SMS) dan masyarakat Desa Mensubang, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalbar semakin memanas.
Perihal tersebut menjadi sorotan Publik dan menjadi topik pembicaraan serta pemberitaan di berbagai media Masa juga Media Online di Kalimantan Barat.
Informasi yang dihimpun media ini, bahwa beberapa lahan dan kebun masyarakat tak luput dari pengrusakan/digusur perusahaan dengan mengunakan alat berat tanpa adanya pemberitahuan serta ganti rugi.
Beberapa waktu lalu sempat dilakukan mediasi di Kantor Polsek Sandai pada tanggal 30 Desember 2024, namun tidak menemukan kata sepakat, akan tetapi Kapolsek dan Camat sempat mengeluarkan himbauan untuk penghentian sementara aktivitas pengguauran.
Tapi apa yang terjadi,,,??? Pihak PT SMS terkesan mengabaikan himbauan tersebut, dan terus melanjutkan aktivitas pembersihan lahan/penggusuran ke lahan lahan serta merusak kebun masyarakat, seperti pohon karet dan lain sebagainya.
Kepala Desa Mensubang, Ria Andriawan bersama beberapa warga sempat melakukan upaya menghentikan kegiatan di lapangan pada tanggal 6 Januari 2025. Pada saat itu, operator alat mengakui kalau dirinya hanya melaksanakan tugas dan target kerja atas perintah dari manajemen perusahaan (PT SMS). Jika mereka tidak melaksanakan tugas itu makan gaji mereka terancam bahkan bisa di pecat.
Menanggapi insiden ini, Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kecamatan Nanga Tayap akan menggelar ritual adat “Penyangge Tanah” pada Senin, 27 Januari 2025, jam 07.30 di Desa Mensubang.
Ritual tersebut bertujuan untuk mempertahankan tanah dan wilayah desa yang tergusur oleh PT. SMS. Ritual adat ini juga memiliki makna mendalam, yakni memberi “Kempunan” atau “Balak Pantas Tewas” bagi mereka yang melakukan tindakan yang dianggap melanggar di wilayah tersebut.
Dengan dilaksanakannya ritual adat tersebut, MABM berharap dapat menggerakkan kesadaran untuk menjaga tanah dan hutan masyarakat dari perusakan, yang diduga terjadi akibat kurangnya sosialisasi mengenai Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) untuk lahan masyarakat.
Mujahidin, Ketua DPC MABM Kecamatan Nanga Tayap, menegaskan bahwa tujuan dari ritual ini adalah untuk mencari titik temu atas sengketa tanah yang tengah terjadi dan mendorong dialog antara masyarakat dan PT. SMS yang selama ini terhambat.
“Sebagai Ketua MABM, saya berharap kedua belah pihak, baik masyarakat maupun perusahaan, dapat duduk bersama untuk musyawarah dan mencapai mufakat,” ujar Mujahidin saat di konfirmasi tim media Senin(27/01) pagi.
Lebih lanjut ia juga mengingatkan pentingnya komunikasi yang lancar agar masalah ini dapat diselesaikan secara damai dan menguntungkan kedua belah pihak.
Ritual adat “Penyangge Tanah” membawa filosofi yang dalam, yakni “Mati ayam riuh sekampung, hilang adat mati sebangsa, dimana tanah ditinjak, di situ langit dijunjung”, yang mengingatkan akan pentingnya kedamaian dan menghormati tanah dan adat budaya .
Sementara itu, Kepala Desa Mensubang dikonfirmasi membenarkan adanya ritual yang dilakukan oleh MABM, namun dia belum bisa memberikan keterangan yang lebih karena masih dalam kesibukan.
Terpisah, Ketua DPD Rumah Juang Rampas Setia 08 Berdaulat, Ali Muhamad menyampaikan rasa prihatinnya atas konflik terjadi, serta berharap ada solusi dan mufakat antara kedua belah pihak.
Menurut Ali, Pemerintah harus hadir untuk menengahi persoalan yang terjadi agar tidak menimbulkan kerugian di masyarakat serta terciptanya situasi yang kondusif untuk menjamin keamanan investasi.
Ali mengatakan dari Rumah Juang Rampas Setia 08 siap membantu masyarakat bila dibutuhkan.
” Kita siap membantu bila dibutuhkan, hadir nya Rampas sesuai fungsi adalah untuk membantu maayarkat dan mengawal roda pemerintahan. Kita ingin membantu pemerintahan Presiden Prabowo untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, “ujar Ali.
Ali menegaskan, bahwa hak masyarakat Adat harus dihormati, jangan sampai ada tindakan semena-mena dari Perusahaan.
” Langkah yang diambil oleh MABM susah sangat tepat, karena ini wilayah Adat maka semua pihak harus menghormati, apalagi ini menyangkut Hak, janganlah perusahaan semen-mena, kasihan masyarakat yang sudah berupaya puluhan tahun, jangan merugikan masyarakat kecil. Semoga dengan adanya ritual adat ini dapat mengembalikan marwah dan melindungi hak masyarakat.
Rabuanto/Tim